Kata 'penglipuran' mengandung dua arti. Pertama yakni 'mengingat tanah leluhur'. Arti ini didapat dari kata 'pangeling' yang memiliki kata dasar 'eling', yang berarti 'mengingat'. Sedang 'pura' berarti 'tanah leluhur'.
Arti yang kedua adalah 'penghibur'. Selain karena kata 'penglipur' berarti 'penghibur', konon dahulu kala raja Bangli kerap mengunjungi desa tersebut untuk menenangkan pikiran. Itulah sebabnya, kini desa ini disebut sebagai desa 'penghiburan' atau 'Penglipuran'.
Meski tidak termasuk kawasan pantai, desa Penglipuran kaya akan pemandangan alam yang indah. Semua masih serba tradisional, bersih, dan alami. Desa tersebut berada di wilayah kelurahan Kubu, kecamatan Bangli, kabupaten Bangli.
Untuk menuju desa Penglipuran, Anda bisa menaiki motor melalui bagian timur, yakni jalan raya Bangli, Kintamani. Bisa juga lewat utara, yakni jalan Kintamani Kayuambua, Bangli. Tidak perlu khawatir akan merasa tidak nyaman selama di perjalanan. Meski masih sangat kental dengan aura pedesaan, jalan masuk ke desa ini sudah halus terlapisi aspal.
Selain keindahan alamnya, desa ini memiliki beberapa keunikan yang menggelitik untuk disaksikan sendiri. Meski semua penduduknya beragama Hindu - yang pada umumnya, pada saat meninggal, jasadnya akan dikremasi (dibakar hingga menjadi abu) - daerah tersebut memiliki kuburan desa.
Bagi mereka, upacara Ngaben (baca: upacara pembakaran jasad) dilakukan hanya untuk mengantarkan roh orang yang meninggal tersebut kepada sang pencipta.
Kuburan itu tidak cembung ke luar, namun permukaannya rata dengan tanah. Bila pada kuburan yang biasa Anda temui terdapat batu nisan, maka tidak demikian halnya dengan daerah ini. Kuburan desa Penglipuran tidak bernisan. Kuburan tersebut dibagi ke dalam tiga bagian, yakni untuk jasad anak-anak di bawah 12 tahun, untuk orang yang meninggal karena sakit, wajar, atau faktor usia (alami), dan untuk kematian yang tak wajar, seperti kecelakaan, pembunuhan, dan masih banyak lagi.
Keunikan lainnya adalah ditemukannya tanah kosong - di sebelah selatan, di bagian paling bawah dari desa - yang dugunakan untuk tempat pengasingan. Tempat pengasingan ini sering disebut dengan pekarangan memadu. Pekarangan memadu disediakan khusus bagi warga desa yang melakukan pelanggaran adat dengan berpoligami atau menikah lagi. Hal ini disebabkan, karena penduduk desa Penglipuran menganut paham poligami.
Warga yang berpoligami akan diasingkan beserta seluruh keturunannya. Mereka akan dibuatkan tempat tinggal. Orang-orang tersebut masih diperbolehkan memasuki kawasan desa, namun tidak berhak mengikuti upacara adat lagi.
Memasuki wilayah ini, Anda melihat suatu wilayah yang benar-benar teratur, karena para warganya memiliki rasa malu. Kita harus mulai mencontoh mereka dengan menumbuhkan rasa malu dalam diri, agar Indonesia dapat lebih teratur lagi.
0 comments:
Post a Comment